Kunjungan saya ke Ujung Kulon selama dua minggu untuk kegiatan mitigasi konflik antara monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan manusia di Pulau Peucang dibawah bimbingan lembaga swadaya masyarakat IAR (Iinternational Animal Rescue) sebuah NGO yang berbasis di UK.
Hal-hal yang kita kerjakan disana seperti analisi vegetasi untuk mengetahui apakah hutan yang ada di Pulau Peucang masih layak dijadikan habitat monyet dan untuk mengetahui kelimpahan sumber pakan alaminya. Mengamati perilaku monyet yang ada di sekitar resort dan yang ada di dalam hutan, survei populasi monyet yang ada di dalam hutan juga untuk mengetahui apakah ada predator alami monyet di dalam hutan. Mewawancarai wisatawan baik lokal maupun mancanegara mengenai keberadaan monyet di Pulau Peucang. Masih banyak wisatawan Pulau Peucang yang kurang apresiasinya terhadap monyet, tidak adanya saling pengertian dan keinginan untuk menghargai entitas lain disekitarnya, khususnya wisatawan lokal. Mereka dengan cueknya memberi makan kepada monyet seperti snack, soft drink, buah-buahan, kerupuk, intinya makanan manusia. Malah saya sempat memergoki pegawai restoran di sana membuang sampah sisa restoran di satu titik dekat hutan, akibatnya hewan-hewan yang ada disana seperti babi, biawak dan koloni monyet berlarian ke arah sumber makanan dan saling berebut makanan, tak jarang mereka juga berkelahi. Sebetulnya, baik pegawai resort maupun polisi hutan yang bekerja menetap disana sadar betul atas sikap mereka yang salah, tapi kalau mereka tidak segera merubah sikap mereka ya masalah monyet ini tidak ada ujungnya. Apa yang mereka lakukan lambat laun dapat merubah perilaku monyet yang tadinya mencari pakan di hutan jadi bergantung dengan makanan pemberian manusia. Jangan heran kalau banyak wisatawan yang mendapat serangan monyet seperti merebut tengtengan plastik yang berisi makanan, mencuri tas mereka untuk mendapatkan makanan, membuka pintu restoran dan kantor polhut untuk mencuri makanan, bahkan membobol atap resort. Tapi, kalau berdiskusi dengan wisaatawan mancanegara, mereka nurut dan manut sekali dengan peraturan memasuki kawasan konservasi seperti dilarang membawa tengtengan plastik atau dilarang memberi makan satwa. Kami menemukan satu ekor monyet yang matanya picek, satu ekor yang kakinya pincang dan satu ekor yang bulunya rontok, perkiraan saya itu akibat dilempar atau dipukul oleh manusia. Beberapa monyet yang sudah sangatt agresif kemungkinan akan di rehabilitasi di IAR.