Sabtu

Tanjung Layar


Satu jam kami tracking dari CIBOM, tembus sampai Ciramea, lalu dilanjut susur pantai sampai tiba di Tanjung layar. Sambil tracking kami mewawancarai dua wisatawan mancanegara.
Suasana di Tanjung layar sangat menyenangkan, tidak ada manusia kecuali kami bersembilan. Tumpukan pasir di Tanjung Layar sangat tebal, sehingga kami kesusahan melangkahkan kaki. Angin yang kencang membuat badan kami jadi terasa berat. Tapi bonus yang ditawarkan di Tanjung layar luar biasa sekali, ada tebing tinggi yang diatasnya ada menara pemantau, sayang kami tidak beruntung saat itu. Kami hanya bisa melihat menara dari bawah tebing, untuk naik ke atas menara pemantau kami harus mendapatkan izin terlebih dahulu dan sayangnya disana tidak ada polhut yang berjaga. Di sana juga ada padang rumput, tapi karena agustus memasuki musim kemarau, rumput-rumput yang ada di sana kering. Ada pohon kiara (Ficus sp) yang akarnya membelah jalur tracking, seperti di film-film horor.





Pulau Peucang

Jika kalian berencana kabur dari rutinitas yang membosankan, pergilah ke Pulau Peucang. Pergilah saat week day karena lebih sepi dibandingkan week end. Harga sewa penginapan di Pulau Peucang bervariasi, Barak 300.000 dan untuk resort kelas Flora dan Fauna berkisar 700.000-1.500.000 per malam. Transportasi untuk menuju Pulau Peucang menggunakan kapal, sewa kapal berkisar 2.700.000-3.000.000. Di sini tidak ada listrik saat siang hari, dan signal pun ada tapi di waktu.


Di dalam hutan Pulau Peucang banyak satwa yang bisa di jumpai, salah satunya ada merak hijau. Bulu merak banyak yang rontok tapi jangan coba-coba mengambilnya, mengambil apapun yang ada di taman nasional dianggap melanggar hukum


Beberapa satwa yang berkeliaran di Pualu Peucang diantaranya babi hutan, monyet ekor panjang, rusa dan rusa. Mereka tidak takut berjumpa dengan manusia


Buah Sauheun yang merupakan salah satu sumber pakan untuk monyet ekor panjang.


Rusa-rusa jantan bertarung memperebutkan betina. 



Karang Copong






Ciramea









Bersafari Di Cidaon


















Bonsai



Menghilang 14 hari di Ujung Kulon

Kunjungan saya ke Ujung Kulon selama dua minggu untuk kegiatan mitigasi konflik antara monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan manusia di Pulau Peucang dibawah bimbingan lembaga swadaya masyarakat IAR (Iinternational Animal Rescue) sebuah NGO yang berbasis di UK. 

Hal-hal yang kita kerjakan disana seperti analisi vegetasi untuk mengetahui apakah hutan yang ada di Pulau Peucang masih layak dijadikan habitat monyet dan untuk mengetahui kelimpahan sumber pakan alaminya. Mengamati perilaku monyet yang ada di sekitar resort dan yang ada di dalam hutan, survei populasi monyet yang ada di dalam hutan juga untuk mengetahui apakah ada predator alami monyet di dalam hutan. Mewawancarai wisatawan baik lokal maupun mancanegara mengenai keberadaan monyet di Pulau Peucang. Masih banyak wisatawan Pulau Peucang yang kurang apresiasinya terhadap monyet, tidak adanya saling pengertian dan keinginan untuk menghargai entitas lain disekitarnya, khususnya wisatawan lokal. Mereka dengan cueknya memberi makan kepada monyet seperti snack, soft drink, buah-buahan, kerupuk, intinya makanan manusia. Malah saya sempat memergoki pegawai restoran di sana membuang sampah sisa restoran di satu titik dekat hutan, akibatnya hewan-hewan yang ada disana seperti babi, biawak dan koloni monyet berlarian ke arah sumber makanan dan saling berebut makanan, tak jarang mereka juga berkelahi. Sebetulnya, baik pegawai resort maupun polisi hutan yang bekerja menetap disana sadar betul atas sikap mereka yang salah, tapi kalau mereka tidak segera merubah sikap mereka ya masalah monyet ini tidak ada ujungnya. Apa yang mereka lakukan lambat laun dapat merubah perilaku monyet yang tadinya mencari pakan di hutan jadi bergantung dengan makanan pemberian manusia. Jangan heran kalau banyak wisatawan yang mendapat serangan monyet seperti merebut tengtengan plastik yang berisi makanan, mencuri tas mereka untuk mendapatkan makanan, membuka pintu restoran dan kantor polhut untuk mencuri makanan, bahkan membobol atap resort. Tapi, kalau berdiskusi dengan wisaatawan mancanegara, mereka nurut dan manut sekali dengan peraturan memasuki kawasan konservasi seperti dilarang membawa tengtengan plastik atau dilarang memberi makan satwa. Kami menemukan satu ekor monyet yang matanya picek, satu ekor yang kakinya pincang dan satu ekor yang bulunya rontok, perkiraan saya itu akibat dilempar atau dipukul oleh manusia. Beberapa monyet yang sudah sangatt agresif kemungkinan akan di rehabilitasi di IAR.